Totalitas dalam berislam, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqaraah: 208).
Oleh KH. Abdullah Fadhil Aly Siradj

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqaraah: 208).
Asbabun Nuzul ayat ini, karena sebagian sahabat Anshor minta ijin kepada Rasulullah untuk bernostalgia di hari Sabtu dan Minggu dengan membaca kitab Taurat dan Injil. Maka turunlah ayat ini sebagai jawabannya. Intinya, Allah melarang muslimin membanggakan kitab dan berhukum kepada selain Al-Qur’an..
Masyarakat dan Tipe-tipenya
Sosiolog Robert Maciver seperti yang ditulius Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik, mengatakan: masyarakat adalah suatu system hubungan yang ditertibkan (ada yang memimpin).
Selanjutnya pakar ilmu kemasyarakatan membedakan motivasi bermasyarakat menjadi dua bentuk, yaitu Gesellschaaft dan Gemeinschaaft. Gesellschaaft adalah berkumpul/bermasyarakat atas pamrih. Karenanya pimpinan diangkat atas suara terbanyak dan diprediksi dapat melaksanakan keputusan yang telah disepakati (konstitusi) seperti kperasi, partai atau pemimpin negara. Sedangan pemimpin Gemeinschaaft terbentuk atas charisma akibat perilaku dan ketauladanan. Pimpinannya lahir tanpa pencalonan dan pungutan suara. Namun tokoh seperti ini dianut dan ditaati melebihi pemimpin Gesellschaaft.
Masyarakat Islam
Bentuk kemasyarakatan dalam Islam oleh pakar civic dikategorikan ke dalam teokrasi, seperti fase Nabawiyyah (Nubuwwah) dan Khilafah (Al-Jama’ah).
Masa Nubuwwah yang dimulai dari Nabi Adam ‘Alaihi Salam, berakhir pada Nabi Muhammad, Nabi dan rasul yang memimpinnya dipilih oleh Allah dengan wahyu dan mu’jizat tanpa kompromi dan kesepakatan umat yang dipimpinnya, sekalipun dengan jin dan para malaikat. Penganutnya disebut umat Islam, muslimin dan mukminin. Yang menentangnya disebut kafirin, dzalimin dan fasiqin. Sedangkan mereka yang setengah hati disebut Munafiqin, yaitu mereka yang Yaquluna biafwahihim ma laisa fiqulubihim, (Ali Imran: 167).
Sepeninggal nabi Muhammad SAW, tak ada lagi nabi, tetapi khilafah-khilafah. Sejak itu kepemimpinan umat dilakukan dengan musyawarah alal kitab wa sunnah. Dan ketaatan pada pemimpin/khilafah atau Imam dan amir, disyariatkan fil ma’ruf. Bahkan wajib tidak ditaati dalam hal maksiat. Masa inilah yang disebut Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah (Kepemimpinan yang mengikuti jejak Rasul) dan dipimpin oleh khulafaur rasyidin al mahdiyyin (masyarakat ahli sunnah wal jama’ah). Dikatakan ahli sunnah karena mengikuti sunnah, dan wal jama’ah karena mengamalkannya dengan cara berjama’ah. Berjama’ah karena ada Imam yang dibai’at dan ada makmum yang membai’atnya ‘alal qur’an was sunnah.
Bentuk kepemimpinan ‘Ala Minhajin Nubuwwah itu memiliki beberapa sebutan, yakni khilafah, Imamah dan sulthon Islamiyah. Semuanya itu adalah jama’ah muslimin wa Imamahum atau Al Jama’ah yang oleh sahabat Ali disebut Mujtama ahlil ha wain qollu…
Jama’ah Muslimin Wa Imaamahum
Dalam sebuah dialog panjang antara Rasulullah dengan sahabat Hudzaifah bin Yaman, terungkap pertanyaan “Apa yang Nabi perintahkan kepada Kami ketika Kami menjumpai yang demikian (masa yang membingungkan, karena banyaknya seruan atau pengakuan sebagai jama’ah yang benar/red)” Jawab Nabi: “Tetapilah jama’ah Muslimin dan Imaam mereka”.
Hadits yang diriwayatkan oleh al jama’ah (penulis kutubus sab’ah) dan beberapa hadits yang semakna, takwilnya adalah ayat-ayat tauliyyah (ayat tentang kepemimpinan) yang mewajibkan muslimin berjama’ah (bermsyarakat dalam satu pimpinan).
Miniatur kepemimpinan al jama’ah itu adalah kepemimpinan rumah tangga islami. Suami adalah pemimpin rumah tangga yang wajib ditaati. Begitu juga dengan kepemimpinan dalam masyarakat Islam, wajib ditaati selagi memerintahkan ma’ruf. Sekalipun kurang bahkan tidak disenangi, kepemimpinannya tidak dapat diganti oleh siapa pun, dengan alasan apapun kecuali kufran (terang-terangan berbuat kekafiran).
Keterikatan Imaam dan makmum seperti Imaam dan makmum dalam shalat ber-jama’ah. Ketika imam lupa atau keliru, maka makmum mengingatkan dan menasehatinya. Dan kalau imamnya batal harus diganti.
Mukmin yang Benar
Mukmin shadqiun (yang benar) adalah orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa ragu sekalipun, seraya berjihad fie sabilillah dengan harta dan jiwa. (Al-Hujurat 15). Mereka percaya pada ayat-ayat Allah seraya mendirikan salat menginfakkan sebagian harta mereka, mereka itulah yang benar-benar mukmin (Al Anfal 2-4). Mereka yang menjaga ukhuwwah islamiyah dengan akhlak mulia/akhlak qur’ani. Mereka yang tidak mengikuti langkah non muslim dalam bermsyarakat, dalam menjaga diri agar tidak mati kecuali sebagai muslim yaitu orang-orang yang berpegang teguh pada Hablumminallah dengan berjama’ah.
Tanpa Al-jama’ah, amar Udkhulu Fis Silmi Kaaffah tidak dapat dipenuhi dan kematian muslim nyaris bagaikan mati jahiliyyah (HR. Muslim dari Abdullah).
Demi Allah, kata jami’an pada Ali Imran 103 itu adalah amar luzumil jama’ah. Oleh sebab itu tidak ada lagi alasan bagi seorang muslim, untuk tidak menetapi jama’ah muslimin wa imaamahum.
Dengan demikian di hadapan Allah kita mampu berhujjah. Semoga kita semua memperleh petunjuk Allah dan termasuk golongan orang-orang yang dapat mengamalkan serta menegakkan Khilafah, saat orang kebanyakan dilanda keraguan.
Wallahu ‘ala bish shawwab
COMMENTS